Gorontalo,20/05/2024_Perdebatan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun kembali mengemuka. Para kepala desa menuntut perubahan UU Desa No. 6 Tahun 2014 dengan alasan bahwa masa jabatan yang lebih panjang akan memberikan waktu yang cukup untuk membangun desa.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang khawatir bahwa perpanjangan masa jabatan ini akan berdampak negatif terhadap demokrasi dan regenerasi kepemimpinan di desa.
Dampak Negatif Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa:
1. Memperbesar Risiko Penyalahgunaan Kekuasaan:Masa jabatan yang lebih lama dapat memberikan celah bagi kepala desa untuk menyalahgunakan kekuasaannya, seperti korupsi, nepotisme, dan penindasan terhadap masyarakat.
2. Menghambat Regenerasi Kepemimpinan:Regenerasi kepemimpinan yang sehat sangat penting untuk desa. Masa jabatan yang panjang dapat menghambat munculnya pemimpin baru dan segar dengan ide-ide inovatif.
3. Menimbulkan Apatisme Masyarakat:Masyarakat bisa menjadi apatis dan tidak mau berpartisipasi dalam demokrasi desa jika merasa bahwa suara mereka tidak didengar dan tidak ada perubahan yang signifikan.
4. Memperkuat Dinasi Politik:Perpanjangan masa jabatan dapat memperkuat dinasti politik di desa, di mana keluarga atau kelompok tertentu mendominasi kepemimpinan desa selama bertahun-tahun.
Argumen Mendukung Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa:
1. Membutuhkan Waktu Lebih Lama untuk Membangun Desa:Membangun desa membutuhkan waktu dan kesinambungan program. Masa jabatan 6 tahun dianggap terlalu singkat untuk menyelesaikan program-program pembangunan desa.
2. Meningkatkan Pengalaman dan Kemampuan Kepala Desa: Masa jabatan yang lebih lama memungkinkan kepala desa untuk mendapatkan lebih banyak pengalaman dan meningkatkan kemampuannya dalam memimpin desa.
3. Memperkuat Stabilitas Politik di Desa:Pergantian kepala desa yang terlalu sering dapat memicu instabilitas politik di desa. Masa jabatan yang lebih panjang dapat membantu menjaga stabilitas politik.
Mencari Solusi yang Tepat:
Perlu dicari solusi yang seimbang antara kebutuhan untuk stabilitas dan regenerasi kepemimpinan di desa. Berikut beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan:
1. Memperkuat Mekanisme Pengawasan:Memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kepala desa, seperti melalui peran Badan Perwakilan Desa (BPD) dan masyarakat desa, untuk meminimalisir risiko penyalahgunaan kekuasaan.
2. Meningkatkan Kapasitas Calon Kepala Desa: Meningkatkan kualitas calon kepala desa melalui pelatihan dan pendidikan, sehingga mereka memiliki kemampuan yang mumpuni untuk memimpin desa.
3. Membatasi Masa Jabatan Menjadi Dua Periode: Membatasi masa jabatan kepala desa menjadi dua periode (12 tahun) untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan regenerasi.
Perlu dilakukan kajian mendalam dan diskusi publik yang melibatkan berbagai pihak untuk menentukan solusi terbaik bagi masa depan demokrasi dan pembangunan desa di Indonesia.
Kesimpulan:
Perpanjangan masa jabatan kepala desa bukan solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas pemerintahan desa. Penting untuk mencari solusi yang seimbang antara kebutuhan untuk stabilitas dan regenerasi kepemimpinan di desa, dengan tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas. Masyarakat desa harus dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait masa jabatan kepala desa, agar suara mereka didengar dan kepentingannya terakomodasi.
Penulis: Desi Ningtiyas, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo